Thursday, April 2, 2015

NKRI HARGA MATI

Salam.
Apa kabarmu kawan? Semoga harimu menyenangkan. Bagaimana pula kabar negerimu hari ini, adakah kau lihat atau kau baca baik di media cetak maupun media eletronik. Saya rasa kau pasti tau apa kabar negerimu, apa kabar bangsamu hari ini. Tak jauh beda dari yang sudah-sudah. Ya betul! Kau benar kawan, indonesia memang masih seperti itu dan malah saya merasa warna merah putih itu semakin kusam. Dan tengok jualah olehmu kawan, di sudut nan mencekam itu sang garuda yang kau bangga-banggakan tengah meringis kesakitan. Sayapnya tercabik-cabik, kakinya terkilir, kuku yang dulu tajam menerkam itu kini telah tiada, ia telah di potong kawan. Pipit yang terbang liar di sawah sana bahkan lebih gagah dari se-ekor garuda yang menjijikan itu. Kawan! Apakah ada dalam hatimu, membungkus mayat garuda itu dengan selembar kain lusuh yang berwarna merah putih itu. Tentu tidak bukan? Maka dari itu kawan. Ayo! Mari! Waktu kita masih ada.



Kawan! Aku adalah kawanmu, aku adalah sahabatmu. Meski kita tak saling menatap satu sama lain, meski aku belum menatap dengan dalam indahnya bola matamu. Namun aku yakin di kerlingan bola matamu tersimpan segores harapan suci. Segores harapan untuk melangkah kedepan meski terseok-seok, kedepan kawan? Kedepan! Kawan tak lah satu derita yang ibu pertiwi alami, ia terbaring tanpa ada yang mau melihat. Ia terbaring tanpa ada yang mengobati, apakah ia terbaring sakit hingga kelak ia mati kawan! Dan apakah harus menunggu ia mati hingga kau akan tersadar bahwa kau mencintainya. Jangan kawan, jangan!



Aku prihatin kawan, sama dengan sebenarnya apa yang ada dalam hati kecilmu. Dengan segenap hatiku yang kecil aku mencintai bangsa ini. Aku tak sanggup sebenarnya kawan, melihat negeri ini kian hari hancur. Aku melihat carut marut yang kian hari kian larut, yang rasanya ingin sekali aku caruti (kata kotor) mereka dengan lantang. Cobalah kau lihat para elit bangsa yang hanya tau perutnya sendiri. Coba jualah kau tengok para penegak hukum yang di belakangnya berdiri mafia hukum, penegak hukum yang menjadi pelindung bagi pelanggar hukum. Apa ini? Ini apa! Hukum tidak salah kawan, yang salah ialah para bajingan yang berkedok pahlawan itu. Ialah yang membuat paku hukum runcing kebawah tumpul keatas.



Kawan? Harga rupiah semakin di injak-injak oleh mata uang asing itu. Kebutuhan dengan harga selangit sedang pendapatan rendah. Komunisme merasuki bangsa ini yang demokrasinya-pun masih berjalan tertatih. Kita di setir asing kawan? Kekayaan kita di kelola asing bukan? Kau tau itu! Ekonomi rancu, ekonomi kita seakan mati, kau lebih tau karena kau calon ekonom bangsa ini. Kau ahli ilmu politik pasti tau, lihatlah para elit bangsa ini gontok-gontokan demi jabatan yang ujung-ujungnya uang dan ujungnya lagi penghianatan. Kau kawanku, kau ahli hukum, benahi-lah hukum di bangsa kita ini, jangan biarkan yang kecil semakin tercekik dan kencangkan ikat pinggang, sementara yang besar melenggang senang dengan perut buncitnya di atas kesengsaraan yang kecil. Sini duduk kawan dengarlah saranku, kau ahli bahasa bukan? Kau dan kita mencintai indonesia, bahasa itulah yang menjadi persatuan dan kekuatan kita. Buatlah anak bangsa ini bangga akan bahasanya sendiri. Buatlah anak bangsa ini mengenal yang namanya EYD, bukan bangga dengan bahasa alay yang carut marut itu.



Kawan? Aku merasa rasa cinta terhadap negeri ini seakan pupus dari masa ke masa. Cobalah kau tengok prahara penegak hukum, prahara ekonomi, prahara budaya, prahara sosial politik, prahara pertahanan. Kita belum berdaulat kawan? Belum... Apa kau tau arti negara, arti itu seakan lenyap sekarang ini, negara ini seakan tiada arti kawan. Saya teringat akan perkataan salah satu orang yang saya kagumi “Berikan aku 10 orang tua makan akan aku cabut semeru dari akarnya, namun berikan aku 5 anak muda akan aku goncangkan dunia.” Apa kau tau artinya kawan? Itu betapa berartinya kita sebagai anak muda, betapa berpengaruhnya kita, betapa kuatnya kita, betapa teguhnya kita bila mau bersatu membangun bangsa ini. Kita hebat kawan, kita hebat! Cuma hanya saja kita yang tidak menyadarinya. Cuma saja kita tengah pulas di timang-timang kesenangan yang di suapkan asing itu. Cuma saja kita yang tengah tidak menyadari akan arti peperangan yang sebenarnya kawan (Proxy Wars). 

Cobalah kau lihat betapa banyak pemuda yang tidak menyadari nasib bangsanya sendiri, mereka tidak mengenal pahlawannya, mereka tidak ingat akan pesan moral dari para pejuangnya. Mereka lena menonton acara TV K-Drama di dalam kamarnya hingga ia menangis dan menjadi lemah. Ia di buai kenikmatan makanan KFC, Texas Chicken, Pizza Hut, dan masih banyak lainya. Ia terbang dengan kebanggaan menikmati itu semua, tanpa ia pelajari akan hakekat itu, itu adalah sebagian dari peluru senjata mereka pada perang proxy wars. Kau tau akan hakekat itu kawan. Tidak? Itulah kamu, itulah kalian, kalian generasi yang bodoh! Kalian generasi yang lemah tanpa rasa cinta. Kalian yang tak tau dan tak mau tau serta tak ingin berbuat apa-pun terhadap bangsa ini (berbuatlah kawan) marilah kita lawan proxy wars ini.
Apa kau tau kawan, di saat salah seorang pahlawan bangsa ini gugur dalam peperangan. Gugur dalam mempertahankan NKRI ini. Ia bertaruh nyawa untuk sebuah pengabdian, namun di hari tua-pun kau pun tak mau menyapanya, kau kejam kawan! Kau kejam!... kau lebih kejam dari itu kawan di saat pejuang bangsa ini gugur, di saat orang yang mengatakan hidup dan matinya untuk merah putih itu gugur, tiada kau kirim ucapan bela sungkawa, tiada indonesia ini gempar kawan? Sepertinya biasa-biasa saja, beritanya tak-lah se-Booming ketika seorang penghibur yang saya rasa hanya memberikan kekocakan tak bermutu itu meninggal dunia, inilah suatu fakta kawan, inilah perbandingan yang terjadi di negeri ini, ironis bukan?. Ketika kebanyak penghibur tak bermutu mempertontonkan pusar mereka. Kenapa kalian suka itu? kenapa! Apa alasanya! KALIANLAH GENERASI ALAY! Kalianlah generasi rapuh yang seharusnya menjadi tonggak bangsa ini. 
Di saat lagu bangsa di perdengungkan kalian tutup kuping? Namun di saat para artis-artis itu yang bernyanyi alay kalian terhipnotis. Haruskah aku mati hanya untuk tidak ingin di kelilingi orang-orang seperti kalian. Haruskah aku bersumpah layaknya Gadja Mada kawan? Haruskah aku tidak akan memakan nasi sebelum seluruh bangsa indonesia ini mencintai bangsanya sendiri, haruskah? Mungkin aku keburu mati sebelum melihat citaku kawan.


Kawan, apakah tak kau rindui generasi yang dengan eratnya memegang tiang merah putih itu. Apakah tak kau rindukan jua ketika orang-orang Islam, ketika orang-orang Kristen, ketika orang Budha dan orang Hindu itu keluar dari tempat ibadah mereka dan dengan lantang mereka teriakan Bhineka Tunggal Ika. Apakah tak tergores di pikiranmu, tak terbayang di matamu, di mana mereka hidup berdampingan, hidup rukun dan siap! Apabila bangsa mereka di lecehkan. Apakah itu hanya dongeng dan khayalanku saja kawan?



Kawan! Marilah kita berpegang teguh, marilah kita belajar mencintai bangsa ini. Karena kita adalah generasi muda, karena kita berbahaya, karena kita kuat bila kita mau, karena kita adalah estafet selanjutnya. Mari kita obati garuda yang sakit itu agar ia membawa sehelai kain merah putih itu terbang tinggi.



Masih banyak rasa yang mesti aku tuang dan bercerita lebih denganmu kawan, namun waktu tak cukup untuk kita berbincang, waktu terlalu singkat. Selamat jalan kawan, selamat berjalan untuk gapai cita-mu, banggakan orang yang mesti kau banggakan. Sampai jumpa, mudahan tuhan kelak pertemukan kita di suatu pelataran nan indah.

Sekali lagi selamat berjuang, dari sahabatmu yang ingin belajar mencintai.


AKU CINTA INDONESIA, KAN KU BELA SELAMANYA, MERAH DARAH KU PUTIH TULANGKU.

No comments:

Post a Comment